Engkau tak perlu tahu, bahan dasar dari Blog sederhana ini adalah cinta yang sedang menyala...

Fazlur Rahman dan Pemikirannya

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Islam adalah agama yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Ia senantiasa diharapkan mampu untuk menjawab setiap persoalan umat. Tanpa terkecuali persoalan yang terkini sekalipun.
Fazlur Rahman merupakan seorang pemikir yang perhatiannya sangat besar terhadap perkembangan dan kemajuan umat Islam. Salah seorang muridnya, Syafe’i Ma’arif, mengatakan bahwa di antara pemikir kontemporer, barangkali almarhum Fazur Rahman dapat dipandang sebagai salah seorang yang paling serius memikirkan persoalan Islam dan umatnya. Pandangan ini tampaknya tidak berlebihan jika memperhatikan kiprahnya yang dinamis dalam menggulirkan ide-ide pembaharuannya demi membangkitkan dan mengembangkan intelektualitas Islam.
Namun, mendengar saja tidak cukup. Apalagi menilai hanya dengan perspektif orang lain. Kita harus mengkajinya lebih dalam; melihat, memilih, dan memilah pemikirannya secara komprehensip dan proposional. Akhirnya bisa kita tegaskan bagaimana seharusnya kita bersikap.
Dalam makalah ini beberapa hal yang terkait dengan Fazlur Rahman akan penulis ungkap. Lebih jelasnya akan penulis canangkan dalam rumusan masalah berikut.
B.     Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas, agar penulisan makalah ini lebih terarah, maka penulis akan merumuskannya pada dua hal berikut:
1.        Bagaimanakah setting sejarah yang melingkupi lahirnya pemikiran Fazlur Rahman?;
2.        Bagaimana profil dan karir singkat Fazlur Rahman, juga karya-karyanya?;
3.        Bagaimana pula sebagian butir-butir pemikiran Fazlur Rahman, beserta metode yang dipakainya, juga reaksi lingkungan pada waktu itu, sekaligus pengaruh dari pemikirannya?
C.    Tujuan Penulisan
Sebagaimana yang sudah dicanagkan pada rumusan masalah sebelumnya, maka, tujuan dari penulisan makalah ini penulis maksudkan untuk:
1.        Menjelaskan setting sejarah yang melingkupi lahirnya pemikiran Fazlur Rahman;
2.        Memaparkan profil dan karir singkat Fazlur Rahman, juga karya-karyanya;
3.        Memaparkan sebagian butir-butir pemikiran Fazlur Rahman, beserta metode yang dipakainya, juga reaksi lingkungan pada waktu itu, sekaligus pengaruh dari pemikirannya.


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Setting Sejarah
Di belahan Indo-Pakistan, dinamika pembaruan pemikiran Islam begitu marak dan berakar jauh sejak masa Syah Waliyullah al-Dahlawi (1763). Ia merupakan tokoh pertama yang berupaya menggabungkan sejarah Nabi secara sistematis dan menjelaskan bahwa aturan sosial yang diberikan oleh para Nabi itu dapat secara rasional diinterpretasikan sesuai dengan kebutuhan umat Islam pada masanya masing-masing.
Pada kurun berikutnya, kebangkitan yang digembar-gemborkan oleh Abduh dan al-Afghani di Mesir sampai juga ke anak benua India. Muhammad Iqbal (w. 1938) berusaha menghidupkan kembali seluruh dunia Islam Muslim melalui pandangan Islam yang dinamis. Ia mengkritik pemaaman Islam yang kala itu statis, sempit, kaku dan dogmatik.
Di lain tempat, Sayyid Ahmad Khan (w. 1898), melalui lembaga pendidikan Aligarh telah mampu menebarkan pemikiran-pemikiran atau penyikapan yang khas dari modernisme klasiknya. Sejalan dengan ide modernisme ini, Sayyid Amir Ali (w. 1928) merumuskan apologetika dan ideologi Islam baru.
Hanya saja, gerakan modernisme klasik yang dipelopori oleh Sayyid Ahmad Khan ini di satu sisi mendapat tantangan internal yang cukup berat. Ada yang mengambil sikap moderat, ada pula yang justeru mengambil sikap konservatif-fundamintalis. Muhammad Syibli al-Nu’mani (w. 1914), berusaha menjembatani pemikiran kalangan Aligarh yang cenderung modernis, dengan kalangan perguruan Deoband yang tradisional konservatif, yakni melalui lembaga pendidikannya, Nadwah al-‘Ulama. Namun, sepeninggal Syibli, lembaga ini justeru terperosok menjadi sosok konservatif yang lebih ekstrim.
Aliran Deoband, masuk dalam kelompok ini, al-Maududi (w. 1979), memelopori kritik tajam terhadap kalangan modernis, dan menilai mereka sebagai westernis. Aliran ini ingin menegakkan supremasi dan otentisitas Islam vis a vis Barat yang imprealis.
Pergumulan pemikiran yang menegang antara kalangan modernis dengan kalangan tradisionalis-konservatif-revivalis ini menjulur sampai saat mereka bersama-sama harus merumuskan konsep kenegaraannya. Pertentangan ini hampir tidak bisa ditengahi, sampai Liyaqat Ali Khan (PM. Pakistan pada waktu itu) objective resolution yang kemudian ditetapkan sebagai konstitusi negara pada tahun 1956, dan pada gilirannya berhasil meredam ketegangan. Tentunya, tanpa menafikan adanya kitadakpuasan dari kedua belah pihak, dan pada gilirannya menjadi benih-benih perselisihan.[1]
Suasana yang penuh pergolakan ini, pemikiran dan kesadara Fazlur Rahman perkembang. Ia menguasai dengan baik khazanah keilmuan Islam klasik (baca: ortodoksi) dan sekaligus melek terhadap ilmu-ilmu modern. Dan, untuk keluar dari semua pertentangan tersebut, ia penganjurkan lahirnya neo-modernisme.
Menurut Fazlurrahman, selama dua abad, ada empat tipologi pergerakan dalam Islam:
1.        Golongan Revivalis (Pra-Modernis), mulai muncul pada akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19 yang dipelopori oleh gerakan Wahabiyah di Arab, Sanusiyah di Afrika Utara, dan Fulaniyah di Afrika Barat.
2.        Gerakan Modernis, yang dipelopori oleh Jamaluddin Al-Afghani (w. 1897) di seluruh Timur Tengah, Sayyid Ahmad Khan (w. 1898) di India, dan Muhammad Abduh (w.1905) di Mesir.
3.        Gerakan Neo-Revivalisme, yang mempunyai corak modern namun agak reaksioner, dimana Abul A`la Al-Mawdudi dengan Jemaat Islami-nya menjadi model yang tipikal bagi gerakan ini.
4.        Gerakan Neo-Modernisme, Rahman mengkategorikan dirinya termasuk dalam barisan gerakan ini. Sebab, menurutnya, neo-modernisme mempunyai sintesis progresif dari rasionalitas modernis di satu sisi dengan ijtihad dan tradisi klasik di sisi yang lain. Dan ini merupakan pra-syarat utama bagi Renaissance Islam.
Gerakan neo-modernisme ini satu langkah lebih maju dari kalangan modernis maupun tradisionalis Islam dalam dua hal pokok. Pertama, berkaitan dengan soal metodologi. Kedua, berkaitan dengan buah pemikiran. Secara metodologis, Rahman memberi perspektif historis dalam menghampiri Islam dan di membubuhkan analisis hermeneutika-obyektif dalam menggali Al-Quran. Hasilnya adalah buah pemikiran yang mempunyai pijakan kukuh di atas pondasi tradisi (ortodoksi) Islam, sekaligus mampu keluar dari jebakan stagnasinya untuk menggamit ruh tradisi yang kontekstual dan kompatibel bagi zamannya, yakni ruh Islam yang substantif dan liberatif.[2]
B.     Biografi Tokoh
Lahir pada tanggal 21 September 1919,  Fazlur Rahman kecil terbiasa dengan pendidikan dan kajian-kajian keislaman yang  dilakukan oleh ayahnya sendiri, Maulana Syahab al-Din, dan juga dari Madrasah  Deoband. Dalam usia sepuluh tahun, ia sudah hafal Al-Qur_an di luar kepala. Ketika berusia empat belas tahun, bocah yang suatu saat menjadi tokoh ini sudah mulai belajar filsafat, bahasa Arab, teologi, hadis, dan tafsir. Berikutnya, dia berhasil menguasai bahasa Persia, Urdu, Inggris, Perancis, dan Jerman, selain juga mempunyai pengetahuan yang workable tentang bahasa-bahasa Eropa Kuno, seperti Latin dan Yunani.
Pada tahun 1940, Rahman menyelesaikan program Bachelor of Artnya, dan dua tahun kemudian ia meraih gelar Master dalam bahasa Arab dari Universitas Punyab, Lahore. Pengembaraan intelektualnya tidak hanya berhenti sampai di sini. Baginya, Perguruan tinggi di Anak Benua India masih bersifat formalistik-akademik, sehingga kurang berbobot secara intelektual. Demikian pula perguruan tinggi di Timur Tengah., menurutnya, sama dengan perguruan tinggi di Anak Benua India yang dalam kajian Islam, semangat kritisnya amat rendah. Atas dasar itulah kemudian Rahman muda melanjutkan studinya di Universitas Oxford. Di sana ia berhasil meraih gelar Philosophy Doctor (Ph.D.) dengan menulis disertasi tentang konsep kenabian (Prophecy In Islam: Philosophy and Ortodoxy) yang digali pemikiran Ibnu Shina pada tahun 1049. Dari sinilah, seorang scholar yang matang dalam menguasai khazanah Islam klasik dan sekaligus bisa bersikap kritis terhadapnya itu meneguhkan komitmen untuk mengabdi pada kerja-kerja intelektual.[3]
C.      Karya-karya
Secara singkat, perkembangan pemikiran Fazlur Rahman dapat dipetakan ke dalam tiga periode: (I) periode awal (dekade 50-an); periode Pakistan (dekade 60-an); dan periode Chicago (dekade 70-an dan seterusnya).[4]
1.        Pada periode awal:
  1. Avicenna’s Psychology (1952);
  2.  Avicenna’s De Anima (1959);
  3. Prophecy in Islam: Philosophy and Orthodoxy (1958).
2.        Pada periode Pakistan:
a.    Pada periode kedua (Pakistan), ia menulis buku yang berjudul: Islamic Methodologyin History (1965); pada periode ini juga ditulis pula,
b.    Islam.
3.        Pada Periode Chicago:
  1. The Philosophy of Mulla Sadra (1975),
  2. Major Theme of the Qur’an (1980); dan
  3. Islam and Modernity: Transformation of an intellectual tradition (1982).
Kalau karya-karya Fazlur Rahman pada periode pertama bersifat kajian historis, dan pada periode kedua bersifat hitoris sekaligus interpretatif (normatif), maka karya-karya pada periode ketiga lebih bersifat normatif murni. Pada periode awal dan kedua, Fazlur Rahman belum secara terang-terangan menyatakan diri terlibat langsung dalam arus pembaharuan pemikiran Islam, maka pada periode ketiga ini dia mendeklarasikan dirinya sebagai juru bicara neo-modernis.[5]
D.    Pendekatan dan Hasil Pemikiran
Pada dasarnya, Rahman menawarkan dua metode (double movement) dalam menafsirkan al-Quran. Dan, tentunya dengan bantuan hermeunetik. Pertama, dari situasi sekarang menuju ke masa turunnya al-Quran dan kedua, dari masa turunnya al-Quran kembali ke masa kini. Gerakan yang pertama terdiri dari dua langkah, yaitu: 
1.         Pemahaman arti atau makna dari suatu pernyataan al-Quran melalui cara mengkaji situasi atau problem historis dimana pernyataan Kitab Suci tersebut turun sebagai jawabannya,
2.         Membuat generalisasi dari jawaban-jawaban spesifik itu dan mengungkapkannya dalam bentuk pernyataan-pernyataan yang memiliki tujuan-tujuan moral yang bersifat umum. Sedangkan gerakan yang kedua, tugasnya adalah untuk merumuskan ajaran-ajaran yang bersifat umum tersebut, dan kemudian meletakkannya ke dalam konteks sosio-historis yang kongkrit saat ini.
Sederhananya bisa dijelaskan demikian, Rahman, dengan bantuan hermeneutika obyektif yang berbasis double movement dalam kerja interpretasi itu, berupaya menggali prinsip-prinsip hukum atau nilai-nilai substansi dari wahyu yang kontekstual untuk dijawantahkan di masa kini.
Atau dengan ungkapa lain, (double movement) sebagai langkah menyelusuri dari situasi saat ini kepada situasi pewahyuan, dan kemudian kembali dari lampau kepada masa kini.
a.         Dari situasi kini kepada situasi pewahyuan, Di  dalam  gerakan  kembali  pada  konteks  al-Qur’an  sewaktu  ia  diturunkan,  ada  dua langkah  yang  diperlukan.  Pertama,  sang  penafsir  harus  memahami  makna  yang benar sesuatu ayat dengan mengkaji latar sejarah atau persoalan yang menyentuh sebab ayat itu diturunkan. Di dalam rangka ini, kajian umum terhadap situasi makro kehidupan sosial Arab menjelang dan sekitar penurunan wahyu, harus dilaksanakan.   Kedua,  sang  penafsir  harus  pula  menggarap  prinsip-prinsip  dasar  dari  ayat-ayat  yang menyentuh  persoalan-persoalan  khusus  itu,  dalam arti  kata  tujuan  sosio-moral dibalik setiap ayat.  Di  dalam kedua-dua  proses  ini,  semangat  (élan)  ajaran  al-Qur’an  secara  keseluruhan haruslah diambil kiranya, demi menjaga keutuhan pesan yang cuba diketengahkan melalui wahyu itu.
b.        Dari konteks pewahyuan kepada konteks masakini, Dengan  prinsip-prinsip  dasar  yang  digarap  dari  ayat-ayat  spesifik  itu,  sang  penafsir haruslah  memaknakan  ayat-ayat  itu  kembali  dan  mengaplikasikannya  pada  konteks dan situasi sosial masa kini. Langkah ini juga memerlukan penelitian secukupnya akan kondisi  masa  kini  supaya  prinsip-prinsip  al-Qur’an  dapat  diterapkan  sesuai  dengan keperluan masyarakat.
Dari pendekatan ini, pada bagian selanjutnya melahirkan beberapa pokok pikiran dari sang tokoh:
1.        Tuhan
Tentang Tuhan, Rahman menekankan tidak harus melulu berorientasi ke atas tapi juga ke bawah. Tuhan adalah dimensi yang memungkinkan dimensi lain; Dia memberi arti dan kehidupan kepada setiap sesuatu. Dia serba meliputi; tak berhingga dan yang selain-Nya selalu berhingga. Allah adalah cahaya yang menerangi sehingga setiap sesuatu menemukan kehidupan dan tingkah laku yang wajar.
Eksistensi Tuhan Yang Maha Esa adalah benar-benar hadir bersama manusia, dan meliputi segala yang ada. Konsekuensi dari monoteisme yang semacam ini, menurut Rahman, alquranmenekankan keharusan iman sebagai sesuatu yang bersifat aksi (faith in action) yang harus berdampak nyata pada aktivitas dan perilaku manusia. Di dalam aktivitas dan perilaku manusia tersebut berpadu dua hal, yakni kekuasaan Allah untuk bertindak apa saja terhadap manusia di satu sisi dan kebebasan manusia untuk berbuat sesuai dengan kemampuan dan kehendaknya di sisi yang lain. Yang dituntut kemudian dari manusia adalah pertanggung jawaban moralnya, yang mana ukurannya adalah takwa.
2.        Manusia
Menurut Rahman, manusia memiliki keistimewaan tersendiri, yang tidak dimiliki oleh makhluk lainnya, yakni terkait ilmu pengetahuan. Dengan pengetahuan ini, manusia bahkan mampu menjangkau yang yang sifatnya metafisik. Eksistensi Tuhan sekalipun dapat dijangkau apabila manusia mau memikirkan ayat-ayat-Nya. Namun demikian, rasio saja tidak akan cukup mampu membaca ayat-ayat-Nya. Masih butuh disposisi mental-spritual tertentu, yaitu kesanggupan untuk beiman. Dia juga menegaskan, bahwa kualitas tertinggi manusia yang berpengetahuan itu ditentukan oleh kadar takwanya. Takwa pada tingkatan tertinggi menunjukkan kepribadian manusia yang benar-benar utuh dan integral; semacam stabilitas yang terjadi setelah semua unsur yang positif diserap masuk ke dalam diri manusia.
Di dalam takwa terdapat radar hati nurani yang melaluinya manusia bisa membedakan mana yang benar dan salah, yang lurus dan sesat, dan akan melindungi (menjaga) dirinya dari perbuatan yang buruk dan jahat. Atas pengetahuan akan adanya sisi baik dan buruk, benar dan salah, serta lurus dan sesat itu manusia diberi kebebasan untuk memilih jalan yang dipilihnya. Dari sisi ini, manusia adalah makhluk yang merdeka.
Meski begitu, di sisi yang lain manusia juga harus mempertanggungjawabkan setiap pilihan yang diambilnya kepada Allah di dunia dan akhirat nanti. Sebab kebebasan itu diberikan sebagai konsekuensi dari rahmat dan kepengasihan Allah kepada manusia. Dan Allah akan menilainya dengan alat ukur; takwa, baik untuk menilai manusia sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat.
3.        Alam
Menurut Fazlur Rahman, al-Quran menampilkan perbincangan tentang alam semesta yang memiliki dua dimensi fungsional-teologis. Dalam satu sisi, alam semesta dengan keluasan dan keteraturannya yang tidak terjangkau akal harus dipandang sebagai petanda Allah karena hanya Zat yang tak terhingga dan unik saja yang dapat menciptakannya. Pada sisi yang lain, alam semesta sebagai suatu tatanan yang dinamis dan berkembang harus ditanggapi secara serius oleh manusia (dalam rangka untuk kebaikan kehidupan mereka sendiri). Dengan kata lain, alam semesta selain merupakan bukti eksistensi Allah SWT, dia juga merupakan petanda dan rahmat Allah bagi manusia. Untuk yang pertama (pembuktian), manusia tidak cukup dengan hanya mengerahkan olah akal-rasional, lebih dari itu ia juga harus mempunyai disposisi tertentu, yakni kesanggupan untuk beriman. Untuk yang kedua (alam sebagai rahmat), manusia harus mengurus, mengolah dan melestarikan alam semesta dalam rangka menjalankan tugasnya sebagai khalifah di bumi.
E.     Reaksi Lingkungan
Sebagai seorang cendikiawan muslim yang tengah berupaya untuk melakukan perubahan dalam tatanan kehidupan dan berpikir umat Islam, perjalanan hidup Fazlur Rahman juga menghadapi berbagai rintangan. Apalagi, terkadang pemikiran atau ide yang dimunculkannya tak jarang menimbulkan kontroversial di kalangan masyarakat pada saat itu.
Kontroversial tersebut bahkan sudah muncul sejak pertama kali adanya keinginan untuk melanjutkan studinya ke Inggris. Keputusan yang diambilnya ini merupakan pilihan yang teramat berani karena pada saat itu pendapat umum menganggap aneh bila seorang muslim pergi ke Barat untuk belajar Islam di sana. Bila ada yang berani mengambil langkah seperti ini, resikonya adalah ia tidak akan diterima kembali ke negeri asalnya. Inilah sebabnya kebanyakan pelajar muslim merasa cemas bila mereka belajar Islam di Barat yang secara otomatis belajar tentang metode kritis dan analisis modern terhadap materi-materi keislaman dan menerapkannya. Apabila hal itu dilakukan, mereka akan dikucilkan dalam masyarakatnya sendiri atau bahkan akan ditindas.
Puncak segala kontroversinya tatkala Fazlur Rahman mengemukakan bahwa al-Qur’an adalah firman Tuhan, dan dalam arti kata yang biasa, juga seluruhnya adalah perkataan Muhammad. Pandangan itu membuat media massa Pakistan heboh selama lebih kurang satu tahun. Beberapa jurnal kaum tradisionalis dan fundamentalis menyudutkannya dengan menetapkannya sebagai orang yang mengingkari al-Qur’an. Gejolak ini bahkan berlanjut dengan demonstrasi massa dan aksi mogok total secara besar-besaran di beberapa kota Pakistan untuk menyatakan protes terhadap Fazlur Rahman. Hal inilah yang menyebabkannya mundur dari jabatan sebagai Direktur Lembaga Riset Islam dan sebagai anggota Dewan Penasehat Ideologi Islam Pakistan.[6]
F.     Pengaruh Pemikiran
Metodologi Rahman untuk menghampiri Islam telah membuka cakrawala pengetahuan kita tentang adanya dua dimensi di dalam Islam, yakni: Islam Normatif dan Islam Historis. Dalam bukunya yang berjudul, Islam and Modernity: Transformation of an Intellectual Tradition (1982), Rahman merekomendasikan perlunya pembedaan antara Islam normatif dan Islam historis. Menurutnya, Islam normatif adalah ajaran-ajaran Al-Quran dan Sunnah Nabi yang berbentuk nilai-nilai moral dan prinsip-prinsip dasar, sedang Islam historis adalah penafsiran yang dilakukan terhadap ajaran Islam dalam bentuknya yang beragam.
            Apa yang ditawarkan oleh Rahman, dari beberapa ide pembaharuannya, tidak bisa dipungkiri telah banyak memberi pengaruh terhadap berbagai corak pemikiran selanjutnya, tanpa terkecuali di tanah air kita tercinta. Mulai dari metode double movementnya, sampai pada istilah Islam Historis dan Islam normatifnya kerap kali terdengar di berbagai perbincangan. Sekali lagi ini merupakan salah satu bukti nyata betapa ide pembaharuannya telah memberi warna baru pada aktifitas berpikir pada generasi selanjutnya.
BAB III
PENUTUP
Fazlur Rahman, merupakan salah satu tokoh pembaharu dalam Islam. Melalui karya-karya besarnya, beberapa pemikirannya dapat dinikamti oleh generasi yang semasa dan setelahnya. Beberapa pemikirannya yang hari ini sampai pada kita, antara lain: mengenai Tuhan, manusia, alam, dan lain-lain.
Seperti para pemikir sebelumnya, sekaliber Ahmad Khan, Abduh, dan al-Ghani, Fazlur Rahman tidak lepas dari berbagai kecaman. Ini, sama sekali tanpa menafikan kenyataan, bahwa di satu sisi pemikirannya juga banyak memberi pengaruh. Seperti metode double movement, tafsir tematik, dan lain-lain.


Daftar Pustaka
Abdul Hamid dan Yahya, Pemikiran Modern dalam Islam. Bandung: Pustaka Setia, 2010.
Adnan Amal, Taufik. Islam dan Tantangan Modernitas , Bandung: Mizan, 1994.
Rahman, Fazlur. Islam and Modernity: Transformation of an Intellectual Tradition. Chicago: The University of Chicago Press, 1982.
Saifullah. "Sejarah Pemikiran Fazlur Rahman” dalam http://lppbi-fiba.blogspot.com/2009/03/sejarah-pemikiran-fazlu-rahman.html diakses pada 13-11-2012, pukul: 23.06



[1] Abdul Hamid dan Yahya, Pemikiran Modern dalam Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2010), hlm. 180-182
[2] Abdul Hamid dan Yahya, Pemikiran Modern dalam Islam, hlm. 182-183
[3] Abdul Hamid dan Yahya, Pemikiran Modern dalam Islam, hlm. 179-180
[4] Lihat Taufik Adnan Amal, Islam dan Tantangan Modernitas , Bandung: Mizan, 1994,
[5] Lihat Fazlur Rahman, Islam and Modernity: Transformation of an Intellectual Tradition (Chicago: The University of Chicago Press, 1982), 135-145
[6] DR. Saifullah SA., MA, “Sejarah Pemikiran Fazlur Rahman” dalam http://lppbi-fiba.blogspot.com/2009/03/sejarah-pemikiran-fazlu-rahman.html diakses pada 13-11-2012, pukul: 23.06

0 comments:

Posting Komentar