BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah
Secara
teologis, apa pun yang dikabarkan oleh kitab suci al-Quran dan disampaikan oleh
Nabi Muhammad Saw. pasti benar dan harus diyakini sebagai kebenaran yang tak
bisa dibantah. Hanya saja, sebagai makhluk dengan pribadi yang selalu
“penasaran dan ingin tahu” manusia tak berhenti begitu saja, melainkan terus
berusaha menggali lebih dalam mengenai pesan Tuhan yang mereka yakini. Bukan karena ragu, tapi
sebagai upaya membuktikan kebanrannya secara empiris (?).
Salah satu
tema yang kian menarik dalam konteks ini adalah “pesan Tuhan” yang berkenaan
dengan ilmu kealaman; bisa awal penciptaan manusia, alam, gunung, hujan, dan
lain sebagainya, termasuk dalam persoalan astronomi.
Diantara
kajian penting dalam ilmu astronomi yang dibahas dalam ayat-ayat al-Quran adalah
keteraturan tata surya di jagat raya. Ini penting, mengingat sudah menjadi
rahasia umum, bahwa sudah banyak teori-teori terkait, tetapi masih menyisakan
persoalan yang perlu ditinjau ulang maupun memang penting untuk dilanjutkan.
B.
Rumusan
Masalah
Berangkat dari latar belakang
masalah di atas, maka agar kajian ini fokus dan tidak terlalu melebar, maka
penulis memberikan rumusan masalah yang akan dibahas:
1.
Bagaimanakah
sebagian ayat-ayat al-Quran yang berkenaan dengan keteraturan tata surya?;
2.
Bagaimana
relevansi dari sebagaian ayat tersebut dengan penemuan ilmu pengetahuan modern?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Mengenal Tata
Surya[1]
Pengelompokan benda-benda langit yang tersusun atas Matahari
sebagai pusatnya serta semua benda langit yang mengitarinya. Sedangkan benda –
benda langit yang dimaskudkan adalah: planet, asteroid, komet, meteoroid.
1.
Planet
Benda langit yang mengitari matahari. Dengan ini berarti bulan
tidak termasuk planet.
Sedangkan
macam-macam planet:
a.
Merkurius
b.
Venus
c.
Bumi
d.
Mars
e.
Jupiter
f.
Saturnus
g.
Uranus
h.
Neptunus
2.
Asteroid
Benda langit yang ukurannya lebih kecil daripada planet
3.
Komet
Anggota tata surya yang berwujud gas dan menarik pandangan manusia
yang lintasannya berbentuk ellips yang lebih lonjong. Atau yang biasa disebut
sebagai bintang berekor (ada kepala komet dan ekor komet).
4.
Meteoroid
Meteor atau disebut juga bintang jatuh adalah bagian dari angkasa
yang terpisah dari asteroid. Orbit meteor terhadap matahari dinamakan meteoroid
yang terdiri dari bebeatuan dan bongkahan logam seperti besi dan nikel.[2]
B.
Keteraturan
Tatasurya dalam al-Quran
1.
QS. Yunus ayat
5-6:[3]
uqèd Ï%©!$# @yèy_ [ôJ¤±9$# [ä!$uÅÊ tyJs)ø9$#ur #YqçR ¼çnu£s%ur tAÎ$oYtB (#qßJn=÷ètFÏ9 yytã tûüÏZÅb¡9$# z>$|¡Åsø9$#ur 4 $tB t,n=y{ ª!$# Ï9ºs wÎ) Èd,ysø9$$Î/ 4 ã@Å_Áxÿã ÏM»tFy$# 5Qöqs)Ï9 tbqßJn=ôèt ÇÎÈ ¨bÎ) Îû É#»n=ÏG÷z$# È@ø©9$# Í$pk¨]9$#ur $tBur t,n=yz ª!$# Îû ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur ;M»tUy 5Qöqs)Ïj9 cqà)Gt ÇÏÈ
2.
Terjemah
Dia-lah yang
menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya
manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu
mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang
demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya)
kepada orang-orang yang Mengetahui. Sesungguhnya pada pertukaran malam dan
siang itu dan pada apa yang diciptakan Allah di langit dan di bumi, benar-benar
terdapat tanda-tanda (kekuasaan-Nya) bagi orang- orang yang bertakwa.
3.
Makna Mufradat
ضياء :
kata ini disebutkan sebanyak tiga kali dalam tiga tempat: QS. Al-Anbiya’: 48,
QS. Al-Qashash: 71, dan QS. Yunus: 5.
Dalam konteks QS. Yunus ini, kata ضياء berarti sinar yang dipancarkan bola matahari yang sangat
menyilaukan mata. Sinat ini berbeda dengan cahaya (nur). Bila ditatap
dengan mata telanjang, maka sinar ini dapat merusak mata.[4]
4.
Tafsir Ayat
Allah yang menciptakan langit dan bumi. Dia juga yang menjadikan
matahari bersinar di waktu siang, dan bulan bercahaya di waktu malam, serta
mengatur urusan penghidupanmu dengan pengaturan yang indah ini.
Dalam menjalankan rembulan dalam falaknya, Allah telah menentukan
tempat-tempat persinggahan pada setiap malam. Ia bisa dilihat dengan mata
telanjang. Peredaran dua benda angkasa tersebut agar kamu dapat mengetahui
perhitungan waktu: bulan, atau hari. Dengan begitu pula, kamu dapat menetapkan
ibadah dan muamalatmu, baik yang berkaitan dengan harta, maupun kemajuan
lainnya.
ما خلق الله ذلك الا
بالحق..... penciptaan matahari dengan sinarnya, dan rembulan dengan
pantulan cahayanya, semua mengandung manfaat dan hikmat. Allah menerangkan
hikmah penciptaan-Nya secara rinci, termasuk yang terdapat dalam di alam
semesta. Mereka yang memiliki akal dapat menangkap pesan ini.
ان في اختلاف...... sesungguhnya dalam peristiwa malam
dan siang, serta pergantian antara keduanya, ketika yang satu datang sesudah
yang lain, juga pada panjang dan pendeknya malam dan siang
sesuai dengan perbedaan posisi bumi terhadap matahari, dan pada aturan yang
teliti dari malam dan siang, gerak matahari sehari-hari sepanjang tahunm dan
pada tabiat masing-masing, yaitu malam dan siang, serta tingkah makhluk yang
ada pada masing-masing, baik berupa tidur, diam, atau melaksanakan pekerjaan
duniawi atau keagamaan...
وما خلق الله..... dan pada apa yang diciptakan Allah di langit dan bumi seperti
keadaan benda mati, tetumbuhan, binatang, termasuk halilintar, kilat, awan, dan
keadaan laut yang pasang surut, dan keadaan benda-benda tambang yang
mengagumkan, susunan atau sifat-sifatnya yang berbeda-beda.... pada semua itu
terdapat bukti-bukti yang besar atas adanya yang Mahapencipta.[5]
1.
QS. Yasin ayat
38, 39, 40:
ߧôJ¤±9$#ur ÌøgrB 9hs)tGó¡ßJÏ9 $yg©9 4 y7Ï9ºs ãÏø)s? ÍÍyèø9$# ÉOÎ=yèø9$# ÇÌÑÈ tyJs)ø9$#ur çm»tRö£s% tAÎ$oYtB 4Ó®Lym y$tã Èbqã_óãèø9$%x. ÉOÏs)ø9$# ÇÌÒÈ w ߧôJ¤±9$# ÓÈöt7.^t !$olm; br& x8Íôè? tyJs)ø9$# wur ã@ø©9$# ß,Î/$y Í$pk¨]9$# 4 @@ä.ur Îû ;7n=sù cqßst7ó¡o ÇÍÉÈ
2.
Terjemah
Dan matahari
berjalan ditempat peredarannya. Demikianlah ketetapan yang Maha Perkasa lagi
Maha Mengetahui. Dan Telah kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga
(Setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah dia sebagai bentuk
tandan yang tua. Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malampun
tidak dapat mendahului siang. dan masing-masing beredar pada garis edarnya.
3.
Makna Mufradat
a.
تجري : Pergi, berjalan, beredar, atau mengalir. Namun karena
subjeknya adalah matahari, maka maknanya yang paling tepat adalah beredar;
dalam arti bahwa matahari beredar/bergerak menuju tempat pemberhentiannya.
b.
العرجون : Menjadi bengkok. Ini berkaitan dengan rembulan yang memasuki
akhir peredarannya, maka akan tampak seperti bengkok. Sama seperti saat ia baru
pada awal peredarannya.
c.
يسبحون : Disebutkan dua kali dalam al-Quran; QS. Al-Anbiya ayat 33,
dan QS. Yasin pada ayat ini. Secara harfiah, kata ini bermakna mengapung atau
berenang. Kaitannya dengan benda langit, berarti peredaran benda langit pada
orbitnya masing-masing.
4.
Tafsir Ayat
Pergantian siang dan malam di atas persada bumi ini merupakan bukti
terbesar atas kekausaan Allah, yang memuat pelajaran bagi siapa yang mau
mendengar dan memahami (ayat 38).
والشمس تجري........
dan matahari beredar mengelilingi poros peredarannya yang tetap, sesuai aturan
astronomisnya. Ia berputar pada sumbunya kira-kira 200 mil perdetik. Aturan
yang ajaib ini merupakan ketentuan dari Allah yang Mahaperkasa, serta Mahatahu.
Tidak ada satupun urusan makhluk yang tersembunyi bagi-Nya.
Bulan berjalan pada manzil-mazilnya sampai manzil yang
terakhir, sehingga ia pun Nampak tipis dan melengkung (ayat 39).
لا الشمس ينبغي لها........ matahari tidak mungkin bisa mencapai bulan. Kedunya memiliki
kecepatan yang berbeda satu sama lain. Juga karena keduanya masing-masing
mempunyai garis edar khusus, yang tidak memungkinkan keduanya untuk saling
bertabrakan. Keduanya berjalan dengan hitungan yang teratur dan tak akan
berubah dan berganti.
وكل في فلك........
masing-masing, baik matahari, bumi, dan bulan beredar pada falaknya, bagaikan
berenangnya ikan dalam air. Matahari beredar dalam garis edarnya sendiri, bumi
beredar mengelilingi matahari, dan bulan beredar mengelilingi bumi.[6]
BAB III
PENUTUP DAN KESIMPULAN
1.
QS. Yunus ayat
5-6:
Ayat ini membedakan antara cahaya
yang dipancarkan matahari dengan yang dipantulkan oleh rembulan. Yang
dipancarkan oleh matahari disebut ضياء
(sinar), sedangkan yang dipantulkan oleh rembulan menggunakan kata نور (cahaya). Hal senada juga tercermin dalam ayat berikut:
@yèy_ur tyJs)ø9$# £`ÍkÏù #YqçR @yèy_ur }§ôJ¤±9$# %[`#uÅ ÇÊÏÈ
Dan Allah menciptakan padanya bulan sebagai cahaya dan menjadikan matahari
sebagai pelita? QS. Nuh: 16
Dua ayat ini memberikan pemahaman bahwasanya matahari memancarkan
sinar dengan sendirinya. Berbeda dengan bulan yang hanya memantulkan.
Matahari dan bulan merupakan dua benda langit yang sering
disebutkan dalam al-Quran. Kata ‘bulan’ disebutkan sebanyak 27 kali, sedangkan
matahari disebutkan sebanyak 33 kali, baik disebutkan dalam satu ayat, atau
penyebutan yang beriringan.
Ada tiga aspek penting dalam penyebutan kata matahari dan bulan
yang terdapat dalam QS. Yunus di atas:
Pertama: meskipun keduanya sama-sama benda
langit yang bercahaya, tapi dalam penyebutannya al-Quran menggunakan kata
berbeda: matahari : ضياء,
sedangkan bulan: نور. Hal ini dikarenakan sifat cahaya dari keduanya yang memang
berbeda. Ilmu pengetahuan menunjukkan bahwa cahaya matahari berasal dari reaksi
nuklir yang menghasilkan panas yang sangat tinggi dan cahaya yang terang
benderang. Sedangkan cahaya bulan hanyalah cahaya pantulan matahari yang
kemudian dipantulkan ke bumi.
Kedua: ada penegasan dari Allah bahwa matahari dan
bulan senantiasa berada pada garis edar tertentu, yakni hukum gravitasi. Dengan
kata lain, matahari, bulan, dan bintang-bintang tunduk pada hukum gravitasi
yang telah Dia tetapkan.
Ketiga: ketentuan Allah mengenai
garis edar yang teratur dari bulan dan matahari dimaksudkan agar manusia
mengetahui perhitungan tahun dan ilmu hisab.[7]
Dilanjutkan dengan ayat berikutnya; salah satu tanda kekuasaan Allah adalah
pertukaran/pergantian malam dan siang, yang disebabkan oleh perputaran bumi
mengelilingi sumbunya.[8]
2.
QS. Yasin,
ayat 38-40:
Pada ayat 38 di atas Allah menjelaskan tentang tanda-tanda
kekuasaan-Nya yang lain, yaitu peredaran matahari yang bergerak pada garis
edarnya dengan tertib. Sedikitpun tidak menyimpang.
Dilanjutkan dengan ayat berikutnya: Allah menetapkan jarak-jarak tertentu
bagi peredaran bulan, sehingga pada setiap jarak ia mengalami perubahan, baik
dalam bentuk dan ukuran, maupun dalam sinarnya. Mula-mula bulan itu timbul
dalam keadaan kecil dengan cahaya yang lemah. Kemudian menjadi bulan sabit
dengan bentuk melengkung serta sinar yang semakin terang. Kemudian hadir dengan
bentuk yang sempurna, bundar dengan cahaya yang amat terang. Tetapi kemudian
makin menyusut dan akhirnya menyerupao sebuah tandan kering yang berbentuk
melengkung dengan cahaya yang semakin memudar, kembali pada keadaan semula.
Ayat 40 dalam QS. Yasin di atas mengindikasikan tentang keteraturan
benda-benda tersebut. Tidak mungkin matahari bertabrakan dengan bulan, dan
tidak pula malam mendahului siang. Semuanya berjalan secara teratur, sesuai
dengan garis edar yang sudah ditetapkan oleh Allah.[9]
Daftar Pustaka
Hambali, Slamet. Pengantar
Ilmu Falak (Banyuwangi: Bismillah Publisher, 2012), hlm. 112-174
al-Zuhaili, Wahbah dkk. Buku
Pintar al-Quran; Seven ini One, terj. Imam Ghazali Masykur, dkk. (Jakarta:
Almahira, cet. 4 2009) hlm. 209, dan 443
Depertemen Agama RI, Al-Quran dan Tafsirnya
(Jakarta: Departemen Agama RI, 2099), IV, hlm. 258
al-Maraghi, Ahmad Mushthafa. Tafsir al-Maraghi, terj. Bahrun Abu
Bakar, dkk, XI, hlm. 125-128
[1] Sebelum
secara spesifik membahas mengenai ayat-ayat al-Quran yang berbicara persoalan
keteraturan gerak tata surya, baiknya kita bahas terlebih dahulu mengenai tata
surya itu sendiri. Ini penting, selain sebagai “pintu masuk” juga sebagai upaya
mengintegrasi dan menginterkoneksikan pembahasan. Meskipun tidak mungkin
tuntas, tapi setidaknya ada upaya untuk memberikan gambaran secara utuh dan
menyeluruh.
[2] Mengenai definisi dan penjelasan
terkait beberapa nama di bawah, bisa dirujuk di Slamet Hambali, Pengantar
Ilmu Falak (Banyuwangi: Bismillah Publisher, 2012), hlm. 112-174
[3] Pada bagian ini penulis sama
sekali tidak mencantumkan asbab nuzul ayat, dikarenakan belum
ditemukannya keterangan mengenai adanya asbab nuzul terkait ayat ini
(QS. Yunus: 5-6), begitu pula ayat selanjutnya (QS. Yasin: 38-40). Salah satu
yang menjadi rujukan penulis dalam hal ini adalah Buku Pintar al-Quran;
Seven ini One, karya Wahbah al-Zuhaili, dkk. terj. Imam Ghazali Masykur,
dkk. (Jakarta: Almahira, cet. 4 2009) hlm. 209, dan 443
[4] Depertemen Agama RI, Al-Quran
dan Tafsirnya (Jakarta: Departemen Agama RI, 2099), IV, hlm. 258
[5] Lihat Ahmad
Mushthafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, terj. Bahrun Abu Bakar, dkk, XI,
hlm. 125-128
[6] Lihat Ahmad Mushthafa al-Maraghi, Tafsir
al-Maraghi, terj. Bahrun Abu Bakar, dkk (Semarang: Toha Putra Semarang,
1989), XXIII, hlm. 10-12
[7] Depertemen Agama RI, Al-Quran
dan Tafsirnya, IV, hlm.
259-260
[8] Depertemen Agama RI, Al-Quran
dan Tafsirnya, IV, hlm. 262
0 comments:
Posting Komentar